August 1, 2009

Dia

"Dipersembahkan untuk Kak Tika yang sudah berpulang pada Allah SWT"

Dia seorang yang peduli dengan keluarga. Dia seorang yang sangat sayang dengan keluarga. Dia yang memperjuangkan kehidupan ekonomi keluarga. Entah dengan cara apa dia mampu memperjuangkannya. Yang pasti di dalam pikirannya mungkin keluarga adalah nomor satu dalam hidupnya.
Dia wanita berusia sekitar 25 tahun. Cantik. Banyak yang mengakuinya. Tubuhnya tinggi. Matanya lentik. Rambutnya terurai panjang. Sekarang dia hanya memiliki seorang ibu, adik laki-laki, suami, dan seorang anak laki-laki yang sangat disayanginya.

Ayahnya sudah meninggal. Sudah beberapa tahun lalu. Dulu sewaktu masih hidup, ayahnya seorang pengedar narkoba dan juga pemakai. Entah apa yang ada di pikiran ayahnya. Saya juga bingung. Apa sang ayah masih peduli dengan keluarganya atau tidak. Tapi menurut sepengetahuan saya dari orang-orang, ayahnya seorang yang sangat sayang kepada anak-anaknya, dia dan seorang lagi yang laki-laki. Semasa hidup, ayahnya selalu bertransaksi narkoba. Tak ada jera. Mungkin sudah keluar masuk bui. Tapi kembali lagi ke dalam lingkaran narkoba. Mungkin pekerjaannya hanya itu-itu saja. Memisah-misahkan obat terlarang, meletakkannya di suatu kertas, dan membungkusnya. Atau memakai narkoba dengan menyuntikkan ke tubuh hingga ke taraf yang sudah tidak lazim lagi, yaitu menyilet pergelangan tangan atau bagian yang lain dan menghirup darahnya sendiri yang sudah bercampur barang haram yang baginya lezat itu. Itulah makanan sehari-harinya.

Istrinya selalu takut akan tindakan si suami. Tapi mau bagaimana lagi. Si istri hanya dapat mendukung itu semua dengan terpaksa. Pernah terdengar cerita tentang sang ayah. Ketika sang ayah sedang sibuk membungkus barang-barang haram itu untuk dijual, polisi datang. Dan ini mungkin tidak hanya satu dua kali. Mungkin pernah beberapa kali. Sang ayahpun dengan sigap naik ke loteng untuk melarikan diri dari pihak berwajib. Polisi sudah lama mengincarnya, tapi memang selalu tidak mendapatkan jejak sang ayah tersebut. Memang gesit. Saya tidak bisa banyak komentar. Mungkin sisi lain dari menjadi seorang pengedar adalah untuk menghidupi keluarga.

Tidak lama saya mendengar ayahnya meninggal karena barang haram yang sudah mendarah daging di tubuhnya. Ia overdosis. Sungguh tak enak bila mendengar akibat dari meninggalnya sang ayah, tapi keluarganya harus menerima dengan lapang dada. Sepeninggal sang ayah, dia membanting tulang berkerja untuk menghidupi keluarga, membayar uang sekolah si adik dan juga membeli semua keperluan hidup. Dia berkerja tak kenal waktu, sakit pun dia jalani. Di pikirannya hanya satu. Membahagiakan sisa keluarga yang ada, yaitu ibu dan adiknya. Ia pernah menjadi seorang SPG. Ia juga pernah menjadi pramugari. Hebat. Saya salut. Mungkin karena faktor kecantikan dan tubuhnya yang tinggi ia dapat menjadi seorang pramugari salah satu maskapai penerbangan Indonesia. Tapi pekerjaan itu tidak bertahan lama. Tak tahu apa penyebabnya. Dan dia pun beralih ke perkerjaan yang lain. Karena mungkin hasil dari kerjanya tidak begitu banyak, adiknya selalu membantu tambahan uang dari pinjaman ke keluarga lain. Keluarga lain ikhlas karena kasihan melihat kehidupan keluarga si dia. 

Belum lama ini dia menikah dengan seorang laki-laki Batak paruh baya. Laki-laki ini sudah memiliki keluarga. si dia menjadi istri muda dari laki-laki ini. Terpaksa memang. Bukan karena cinta. Hanya untuk membantu memenuhi kehidupan keluarga karena laki-laki Batak ini kaya raya. Laki-laki ini memiliki seorang anak yang tidak lain adalah teman si dia. Saya mendengar kabar tentang dia bahwa si dia mau dinikahi si laki-laki Batak atas tawaran istri tua si laki-laki Batak ini. Istri tuanya sakit stroke. Jadi, si istri tua meminta si dia menikahi suaminya dengan alasan untuk mendapat keturunan lagi atau mungkin hanya untuk agar suami meluapkan nafsu birahinya. Dia terpaksa mengiyakan karena alasan keluarga lagi. Padahal dia dulu sudah memiliki seorang laki-laki pilihannya, calon dokter. Namun si laki-laki itu tidak disetujui oleh orang tuanya karena dia dari keluarga yang broken home. Takut-takut si laki-laki akan kena getahnya.

Dia menikah dan memiliki satu orang anak laki-laki, keturunan Batak yang pantas dibanggakan oleh bapaknya. Namun sayang si anak sakit-sakitan. Pernah saya mendengar, anaknya beberapa kali harus dirawat di rumah sakit. Karena itu, dia sangat sayang anaknya. Tahun 2007 adalah tahun dimana dia divonis sakit kanker paru-paru. Saya sedih mendengarnya. Begitu banyak yang telah dia lakukan untuk keluarga, mengorbankan apa saja untuk keluarga dengan semua kebaikannya. Tapi apa balasan Tuhan? Bingung. Kapan Tuhan memberikan tangan-NYA untuk selalu ada di samping dia?

Malam itu. Dia terbaring lunglai. Sakit. Terbaring tak berdaya di ruang isolasi ICU. Memakai kantong udara dan masih bernapas kesusahan. Hanya untuk mengirup oksigen saja membutuhkan tiga juta lebih. Sedangkan saya dan yang lainnya bebas menghirup oksigen tanpa bayaran apapun. Dengan segala peralatan medis yang lengkap dia dirawar di ruang ICU. Dia terbaring sambil memeluk guling anaknya. Mungkin dia rindu akan anaknya. Tatapannya kosong. Hanya diam dan terpaku menatap orang-orang yang menjenguknya. Sesekali mengangguk diberikan nasehat dari orang-orang atau pun mendengar doa dari orang lain untuk dirinya. Dan dari itu semua saya sadar, saya yakin dan saya baru melihat tegarnya seorang wanita. Dia adalah wanita yang saya saluti, wanita tegar akan hidup dan benar-benar berjuang hingga sakit dideritanya.

Saya memasuki ruang isolasi ICU. Menjenguknya. Sebelumnya saya melihat banyak orang tak berdaya ada di ruang ICU. Ini kedua kali saya berada di ICU. Pertama melihat teman saya yang kecelakaan motor. Tragis. Untungnya teman saya selamat dari kecelakaan itu. Dan kedua adalah malam itu. Malam itu malam yang menyedihkan untuk saya dan keluarga. Dia adalah saudara saya.

Begitu saya masuk untuk pertama kali ke ruang ICU, saya masih kuat untuk menahan tangis. Tetapi untuk kedua kalinya. Saya dipanggil tante saya untuk mendoakannya. Tangannya yang tadinya dipegang erat oleh tante saya langsung diberikan kepada saya agar saya memegang tangannya erat sambil mendoakannya. Begitu tangannya saya pegang. Saya mulai menangis. Tangannya erat memegang tangan saya. Begitu juga saya.

"Kak Tika, Deby doain yah biar cepet sembuh." Begitu kata saya sambil memegang tangannya.

Dia pun menganggut. Saya semakin menangis. Saya mengelus kepalanya dan saya tahu bahwa rambutnya sudah semakin menipis. Mungkin rontok. Kulit kepalanya sudah terlihat. Dan dia masih dengan tatapan kosong. Entah memikirkan apa. Saya terus memegang tangannya kuat. Bagi saya tetap cantik seperti dulu walaupun sudah begini. Dan tidak ada yang bisa menandinginya.

Ayah saya membisikkan di telinga dia. "Tik, yang sabar yah. Harus lawan penyakitnya. Jangan takut. Jangan nyerah. Lawan terus peyakitnya."

Dia adalah seorang anak yang bertanggung jawab. Seorang kakak yang perhatian akan adiknya. Seorang istri yang mungkin terpaksa dinikahi tapi saya yakin lama kelamaan ada cinta untuk suami paruh bayanya. Dan seorang ibu yang sangat sayang pada anak satu-satunya.

Saya tidak tahu sampai kapan dia dirawat di ICU. Semoga akan ada mukjizat Tuhan untuk dia. Melihat dia yang tidak begitu dekat dengan saya, tidak pernah bertemu sekalipun bahkan akhir-akhir ini, dan sekarang terbaring begitu sakitnya, saya menangis. Apalagi orang terdekat saya yang seperti itu. Mudah-mudahan semua berakhir dengan lancar. Dia bisa sembuh dan membahagiakan keluarganya lagi.

No comments: