September 25, 2021

Blackout

Aku tahu persis rasanya mungkin hampir lewat

Sendiri tanpa orang terdekat

Menjadi dewasa lebih tepatnya orang tua ternyata rumit

Selalu berpura-pura baik padahal sekitar sadar bahwa ada yang tidak beres

Begitu rasanya sesak di dada 

Entah karena sakit fisik atau jiwa

Hari ini aku membuktikan bahwa baik saja tidak cukup

Sehat penting untuk diri dan tentunya support system

Mengingat sudah berapa kali terjadi

Dua kali, mungkin tiga, atau pernah sering terjadi

Tapi kuabaikan karena merasa bisa mengatasinya sendiri

Ternyata semua pecah hari ini

Berusaha kuat dengan fisik yang sudah lelah diajak kompromi

Berusaha waras dengan pikiran yang kadang kalut entah kemana

Detak jantung berdegup kencang, semua seakan menjadi putih tanpa warna

Apakah surga di depan mata?

Pelan turun, tanpa sadar jatuh tergeletak lemas tak berdaya

Berusaha meminta bantuan sayup sayup seketika hilang

Samar terdengar teriakan panik dari mereka yang peduli

Terima kasih, masih ada.

Berusaha mencerna di hilangnya sadar

Ada apa dengan tubuh ini? Atau pikiran ini?

Ternyata begini rasanya mengabaikan diri

Harusnya sadar, diri ini yang harusnya bahagia

Aku tak mau begini jika pada akhirnya merepotkan semua

Terima kasih telah tunjukkan harus apa setelahnya


Jakarta, 25 September 2021

May 2, 2021

7 Hari dan Hari-Hari Berikutnya

Sudah lewat 7 hari di sini. Adaptasi. Masih dengan beradaptasi untuk hari-hari seterusnya sampai kerasan dan menjadi nyaman. Adaptasi dengan lingkungan baru, kerjaan baru, teman-teman baru, dan yang baru nanti lainnya.

Belum terbiasa dengan laju mobil motor yang terlalu cepat, secepat lintasan di jalan bebas hambatan. Padahal banyak sekali hambatan di lingkungan baru ini, salah satunya lubang-lubang di jalan, tambalan kasar jalanan, atau salah satu lampu lalu lintas yang terlampau lama durasinya.

Banyak SPBU yang self service. Semakin canggihkah lingkungan ini? Atau terlalu hectic-nya orang-orang, layanan satu orang petugas SPBU tidak bisa cukup buat mereka? Toko buah besar selalu padat pengujung, terlihat dari parkir yang selalu penuh. Jalanan besar di antara jejeran ruko-ruko yang tidak kalah ramainya dengan jalanan ketika libur akhir pekan. Belum cukup terbiasa dengan tempat ini.

Terlalu ramai membuat pusing. Mungkin, kalau bukan karena pergi ke kantor atau membeli sesuatu yang dibutuhkan lebih baik di kos. Mengetik, merenung, mendengar playlist, sambil sesekali menengok ke kiri ke jendela luar. Bahagia masih ada dedaunan dan hijau yang dilihat. Dan sinar matahari yang memancar ke dalam kamar. Angin sesekali masuk membawa hawa sejuk. Kadang, malam pun tak pelu AC untuk tidur nyaman.

7 hari ini selesai dan hari-hari berikutnya akan ada apa lagi ya? Merenung sambil mendengar detak jam dinding. Dan ditemani suara dari jauh sana. Rindu ya.

April 25, 2021

Nomaden

Tangerang,

Di sini sekarang gue. 2021, satu tahun pandemi, mulai bekerja lagi di tahun 2020, mencoba hidup lebih mandiri, nomaden. Sudah 3 kali ganti tempat tinggal (kos-kosan). 30 tahun. Angka yang banyak ternyata, tapi gue malah belum merasa cukup banyak ilmu dan hidup yang diserap. Terlalu banyak penyesalan dan terlalu santai menjalani hidup sebelum usia sekarang. 'Mau jadi apa nantinya?', bahkan masih jadi pertanyaan besar di hidup gue. Gue bahkan nggak bisa decide mau jadi apa gue nantinya. Lebih tepatnya nggak punya goals sama sekali. Gue selalu bergerak dari satu ke yang lainnya berdasarkan kesempatan yang sekiranya menurut gue bisa gue jalani. Tapi gue nggak tahu 5 atau 10 tahun ke depan akan seperti apa atau menjadi apa.

Salah ya?

Kata seseorang ke gue, ada plus minusnya. Gue nggak hidup di satu titik dan memperbesarnya, tapi gue ada di satu titik lalu pindah ke titik-titik lainnya. Bisa luas juga, tapi who knows?

Kata seseorang lagi, gue harus menanyakan apa sih yang gue mau dalam hidup? Gue suka apa? Pertanyaan ini mungkin bisa menentukan gue akan jadi apa atau siapa ke depannya.

Gue bilang, "Gue suka nulis."
"Terus, kenapa lo nggak coba kerja nulis di media-media. Gue lihat, tulisan lo punya pemikiran sendiri selama ini."
"Tapi gue juga masih penasaran, mau belajar di brand seperti apa? Kayak gimana?"

Sampai akhirnya gue berhenti lagi di pekerjaan gue terakhir kemarin, advertising agency. Sebelumnya gue berniat setelah mendapatkan pekerjaan di periklanan lagi, gue mencoba untuk fokus dan stay, belajar untuk menerima, menetap, dan loyal. Keinginan itu kuat, sampai-sampai di pertengahan ada rasanya lagi ingin berhenti karena beberapa faktor. Mencoba mempertahankan lagi, bangkit lagi semangatnya untuk tetap stay. Ternyata suasana semakin membawa emosi gue, mulai mencoba lagi di tempat-tempat lain dan akhirnya ditawarkan di suatu brand F&B.

Takut?

Iya. Gue takut nggak bisa perform. Gue takut ekspektasi mereka di luar kemampuan gue. Gue takut gue nggak bisa adaptasi dengan lingkungan baru dan bekerjasama, Gue takut banyak hal yang belum terjadi buat gue besok, hari pertama gue kerja lagi, dan sekarang bukan main-main. Tuhan mengabulkan doa dan permintaan gue untuk berada di suatu brand. Apa gue mampu?

Hidup nomaden seseru itu, bisa punya pengalaman yang baru lagi. Tapi juga bisa menciptakan perasaan rindu dengan rumah. Gue mempertanyakan lagi, apa itu perlu? Di usia gue sekarang, mandiri itu perlu. Mungkin, perasaan rindu juga perlu. Sesekali berada jauh dari rumah, dari orang-orang yang gue sayang dan dekat. Biar gue bisa merasakan rindu yang sebenar-benarnya. Biar 'pulang' bisa jadi kata yang paling diinginkan.

Mungkin selagi lebih jauh lagi dari rumah, tulisan-tulisan ini ke depannya bisa jadi self healing gue.
Sampai berjumpa lagi, Jakarta.
Selamat berteman, Tangerang.
Semoga semesta mendukung dan menemani langkah kaki ini entah mau ke mana nantinya.