August 1, 2009

Anakmu pembantahmu

Jakarta, 27 Maret 2007

Bahwa sesungguhnya aku mencintai keluargaku lebih dari apapun yang ada di dunia ini. Walau selalu merasa terasingkan, mungkin itu suatu ketidakpekaanku terhadap mereka. Tuhanku, terima kasih atas cinta-Mu meletakkanku ke dalam keluarga ini. Pa, dari semua lelucon-leluconnya tapi juga terkadang terlihat kelelahannya. Maaf, aku memang belum bisa merasakan lelah itu, Pa. Tapi aku telah tersadar betapa besar akan cintamu pada kami semua. Ma, teriakanmu semakin hari semakin membuatku menjadi seorang yang semakin dewasa. Walau kadang kau juga belum dewasa dalam menyikapi hidup, tapi dari semua sikapmu aku justru belajar. Dari salahmu sekalipun. Aku diwariskan sifat keras kepalamu, Ma. Hanya aku. Aku bangga. Setidaknya aku punya sikap dalam menentukan pilihan hidup. Walau aku tahu, banyak yang meninggalkanku dari sifat warisanmu itu. Ma, Pa.. apa aku bisa terus bersamamu sampai aku renta? Sampai anak-anakku nantinya bisa memanggilmu kakek nenek, walau sayup-sayup terdengar di telingamu. Apa aku bisa membahagiakanmu? Semoga ‘kan ada jawaban dari itu yang membuat kalian bangga telah melahirkan dan membesarkanku.

Anakmu, pembantahmu.

No comments: