August 14, 2010

r.i.n.d.u

Kala hatiku sedang rindu..
Pada siapa aku mengadu..

Pernah denger lagu dangdut ini?

Atau yang ini..

Kuterima suratmu dan kubaca dan aku mengerti..
Betapa merindunya diriku akan hadirnya dirimu..

Atau..

Lagu rindu ini kuciptakan hanya untuk bidadari hatiku tercinta..
Walau hanya nada sederhana ijinkan ku ungkap segenap rasa dan kerinduan..

Gak kehitung banyaknya lagu-lagu rindu yang ada hingga sampai sekarang ini.

r.i.n.d.u

Tadi saya baru dapat 1 pertanyaan dari seorang teman,

"Apa ciri-ciri orang kangen?"

Saya diam. Dan ternyata saya juga gak bisa definisikan rincinya ciri-ciri orang kangen. Ternyata saya belum tahu. Tapi setelah ditanyakan lagi pertanyan-pertanyaan yang bersangkutan seputar 'hal-hal' di dalamnya. Saya ber 'flashback' kembali.

Bahwa ternyata,

r.i.n.d.u

menurut saya adalah

'ketika saya berharap dan terus menunggu seseorang yang benar-benar saya r.i.n.d.u.k.a.n bagaimanapun, dimanapun dan kapanpun'

August 13, 2010

Bingung

Aku bingung
Sampai linglung
Bangun saat sahur
Karena tak bisa tidur

Aku bingung
Sampai linglung
Kenapa tak kunjung henti
Kamu yang tak ngerti-ngerti

Aku bingung
Sampai linglung
Kenapa kamu bodoh
Aku juga bodoh

Aku bingung
Sampai linglung
Cara apa yang ampuh
Agar kamu lumpuh

Aku bingung
Sampai linglung
Untuk bilang sama kamu
Aku sayang kamu

August 11, 2010

Try to respect other religions

Sebelum menulis ini, saya mengucapkan selamat berpuasa buat yang menjalankannya :)

Bicara soal agama, ras, etnis atau apapun itu yang seringkali jadi masalah. Apalagi baru-baru ini kita sering dengar tentang kasus suatu komunitas salah satu agama yang fanatik menentang agama lain untuk beribadah (baca : tidak perlu disebutkan lagi *jangan memberikan mereka panggung*). Seringkali saya heran dan bertanya-tanya sendiri, kenapa masalah soal hal itu terlalu dipusingkan, bukankah yang Maha Kuasa juga tidak memusingkan hal tersebut. Bukankah akan lebih enak lagi kalau setiap agama saling menghormati agama lainnya.

Saya sendiri adalah tipe orang yang selalu mencoba untuk 'respect' dengan agama lain, menghormati agama lain. Karena saya juga dilahirkan di dalam keluarga yang juga 'respect' pada perbedaan agama. Saya dilahirkan di keluarga yang sudah menjadi Khatolik. Mungkin dulu ayah saya seorang moeslim, tapi entah kenapa Ia menetapkan pilihan untuk menjadi Khatolik. Kenapa begitu? Buat saya, itu bukan jadi masalah, buat saya semua agama adalah sama. Tujuannya yaitu mengajarkan sesuatu yang baik agar kita melakukan hal yang baik pula selama hidup. Tuhan itu satu bukan? Menjadi Khatolik memang kebanggan buat saya, tapi saya lebih bangga lagi karena saya memiliki banyak perbedaan agama di dalam keluarga. Keluarga inti memang Khatolik, tapi keluarga lain (seperti saudara, om, tante, dll) ada yang beragama Islam. Mungkin bisa dibilang, saya terlahir di keluarga 'campuran'.

Terkadang memang aneh jika dilihat mata banyak orang. Saya mengikuti banyak acara perayaan agama. Saat natal, saya merayakannya. Saat lebaran atau idul fitri, saya ikut bergabung untuk meramaikan, Saat imlek, saya justru lebih semangat karena bisa mendapat angpao dari saudara lain yang masih memiliki keturunan agama Kong Hu Chu. Saya senang. Dapat kiriman souvenir natal banyak, dapat ketupat sayur, dapat angpao imlek. Tapi yang paling penting bukan materi itu semua. Yang paling penting adalah adanya kebersamaan di setiap perbedaan agama. Dan saya selalu bersyukur dengan adanya perbedaan agama di dalam keluarga saya.

Begitu 'respect'nya keluarga saya akan hal itu membuat saya menanamkan hal untuk saling menghormati agama lain. Saya sangat senang ketika malam natal berkumpul bersama keluarga inti bernyanyi lagu natal di gereja, saya juga senang menikmati ketupat sayur seadanya dan melihat saudara lain sungkem, saya juga senang melihat pemandangan serba merah dan saling berbagi angpao saat imlek. Luar biasa adanya perbedaan.

Kenapa harus ada kefanatikan antar agama? Kenapa harus menentang agama lain? Kenapa harus melarang agama lain melakukan haknya? Untuk menghormati dan saling menolong orang lain yang memang berbeda agama, ras, etnis, atau apapun itu apa perlu ada alasan? Justru sebaliknya, apa alasan orang lain untuk saling menghina, melakukan kekerasan, mengintimidasi, dan melakukan perpecahan? Saya masih mempertanyakannya sampai sekarang.

Semoga untuk seterusnya makin hilang perbuatan orang-orang yang terlalu mengutamakan kepentingannya sendiri untuk tidak saling menghormati orang lain. Karena tidak sadar, kita malah membuat negara kita menjadi lebih terbelakang dari negara lain. Hanya dengan masalah perbedaan itu saja yang buat Maha Kuasa bukan menjadi masalah. Cobalah untuk saling 'respect' terhadap agama lain.

August 9, 2010

Definisi menulis buat saya

-->Menulis buat saya mencurahkan apa saja yang kita pikirkan, apa yang kita rasakan baik tentang diri sendiri atau tentang kehidupan yang ada di sekitar kita. Tidak harus formal, karena buat saya menulis tidak bedasarkan apa yang wajib atau harus, melainkan apa yang kita suka.

Simple. Saya suka menulis hal-hal yang tidak begitu penting tapi saya suka dan itu membuat saya senang karena apa yang kita rasakan bisa tertumpah di tulisan kita sendiri, apalagi jika tulisan itu dapat menginspirasi orang lain atau bisa disukai oleh orang lain juga. Menulis bisa dilakukan siapapun, dimanapun, dan kapanpun.

Berawal ketika saya dulu pernah membaca buku-buku yang menginspirasi saya untuk lebih banyak menulis. Penulis buku seperti Donny Dhirgantoro, Dewi Lestari, dan bahkan Raditya Dika yang membuat saya jadi terinspirasi dari mulai menulis tulisan sedikit berbau sastra, serius, hingga yang konyol-konyol tentang kehidupan pribadi saya sendiri di blog saya. Saya jatuh cinta pada dunia menulis.

Menulis membuat saya lega dan bisa menumpahkan semuanya, apa pendapat saya, apa yang saya pikirkan, apa yang saya rasakan dan semuanya yang ada di dalam pikiran dan hati saya. Terkadang sangat sulit untuk memulainya, harus mulai darimana tulisan ini atau bagaimana membuat pembaca terhibur atau terkesan dengan tulisan kita sendiri. Semula saya mengkhawatirkannya, tapi semakin sering menulis, saya semakin melupakan itu semua.

Yah, inilah dunia menulis. Idealis dengan apa yang kita pikirkan dan rasakan. Saya tidak lagi mempedulikan bagaimana jika tulisan saya dikomentari yang jelek-jelek oleh orang lain, bagaimana jika tulisan saya tidak akan dibaca oleh orang lain, tidak ada ratingnya, sepi pembaca di blog saya. Lupakan itu semua, karena itu bukan lagi menjadi daya tarik untuk menulis, tapi ketertarikan dalam menulis ketika kita bisa merasakan ‘feel’ tulisan kita sendiri. Nikmatnya menulis selagi kita merasakan satu demi satu kata yang kita tuliskan hingga menjadi satu kalimat, satu paragraf hingga satu tulisan yang nanti ketika kita baca ulang kita akan berkata dalam hati, “Wow, gue bisa juga menulis”.

Itulah yang saya rasakan ketika menulis, Buat saya, menulis harus dengan ‘apa adanya’ bukan dengan ‘ada apanya’ kita harus menulis. Keduanya berbeda, ‘apa adanya’ bisa menghasilkan tulisan yang ‘real’ tulisan kita sendiri dan kita juga bisa merasakan maknanya lebih dalam, tapi kalau dengan ‘ada apa’nya terkesan lebih memaksa dengan yang kita tulis. So, anyone can write!

Tentang menerima dan membiarkan pergi

Saya bingung harus mulai dari mana. Karena inspirasi tulisan ini ketika saya membaca cerpen dalam suatu blog berjudul Garis Akhir yang ditulis oleh Kezia Gabriella Agusta. Mungkin juga karena saya lagi ingin 'serius' menulis atau mungkin juga karena saya sedang 'menghadapi' sendiri kenyataannya.

Tentang menerima dan membiarkan pergi.

Mengutip dari tulisan Garis Akhir, "Somehow, I forget one thing. When you are ready to love someone, you must ready to be hurt by the one you loved. In short, broke up. Or sweeter, we can say, letting go." Saya semakin sadar bahwa ga ada yang bisa berlangsung selamanya di dunia ini.

Saat kita memulai suatu hubungan, pertemanan, pacaran, HTS-an, TTM-an atau singkatan labil lainnya yang marak dibicarakan umumnya. Saya lupa, bahwa dari itu semua, suatu hari semuanya harus punya akhir. Sama halnya ketika Kezia menuliskannya, di saat kita memulai, kita juga harus mengakhiri. Kapanpun, dimanapun...siapapun.

Terkadang saya mempertanyakan kenapa dalam hal menerima, harus kuat juga untuk menerima dan menahan 'rasa sakit'. Kenapa harus ada 'sakit'? Pernahkah kalian berpikir satu-satunya cara untuk tidak menerima sakit hati adalah untuk tidak menerima seseorang dalam hidup kita? Atau lebih tepatnya mungkin untuk tidak terlanjur jatuh cinta atau sayang dengan seseorang.

Tapi konyol. Justru semakin kita pungkir, kita tidak benar-benar jatuh cinta dan sayang dengan seseorang, maka disitulah kita semakin tidak kuat untuk berkata tidak, bahwa sebenarnya kita memang benar-benar terlanjur sayang bahkan cinta.

Kenapa rasanya sakit untuk melihat seseorang itu pergi? Dan rasa sakit juga ada ketika dia ada. Di saat dia gak ada, saya mencari-cari. Di saat dia ada, saya benci untuk menyadari bahwa saya masih peduli akan keadaan dia. Saya jadi teringat lagu Hello, goodbye - The Beatles. Ketika saya mati-matian pergi dari dia dengan melawan kenyataan bahwa saya peduli, dia datang. Dan ketika saya kembali lagi untuk belajar lebih menerima, dia pergi. Kenapa saya masih peduli?

Kenapa saya masih peduli ketika dia hanya menceritakan kesenangan dia pribadi ? Kenapa saya masih peduli ketika dia menceritakan bagaimana capainya dia dengan kesibukan yang dilakukan? Kenapa saya masih peduli dengan kesuksesannya yang dibanggakan dan pamerkan? Dan kenapa saya masih peduli bahkan ketika dia tidak peduli pada saya? Lebih parahnya lagi, saya mempertanyakan ini berulang-ulang, kenapa saya harus terlanjur sayang sama dia?

Hasilnya nihil, saya gak menemukan jawabannya. Mungkin rasa sayang saya ini tidak akan pernah ada alasannya. Sama seperti kita harus menerima orang lain. Tidak perlu ada banyak alasan untuk dikatakan ketika kita mau menerima seseorang.

Ketika kita sudah mulai menerimanya kembali kita juga harus bisa membiarkannya pergi lagi sewaktu-waktu.

"Letting go doesn't mean giving up, but rather accepting that there are things that cannot be."