September 17, 2011

Persepsi antara cina dan pribumi

Saya gak tahu dan bingung harus mulai darimana. Sejujurnya saya bingung untuk membuat judul yang cocok untuk tulisan ini. Saya bukan seorang yang fanatik sastra, saya juga bukan seorang psikolog ataupun mahasiswa filsafat yang selalu pandai berpendapat. Saya hanya seorang biasa yang hanya ingin berpendapat bebas apa adanya. Alasan saya menulis ini karena saya suka mengamati sekeliling saya, apalagi soal perbedaan. Saya suka mengamati persepsi-persepsi orang-orang sekeliling saya tentang adanya perbedaan.

Yang kita tahu dari dulu sampai sekarang hanya soal perbedaan yang gak kunjung henti dibicarakan banyak orang, terutama pandangan orang tentang Cina dan pribumi. Jujur sebenarnya saya speechless untuk membicarakan ini, tapi saya ingin.

Saya terlahir di keluarga campuran seperti yang pernah saya tulis dulu, ada campuran Cina dan pribumi. Saya lebih senang disebut orang Indonesia. Masih ada beberapa banyak dari kita mungkin yang terlalu fanatik akan ras, suku bangsa, dan agama masing-masing. Terlalu fanatik dengan Cina dan terlalu fanatik dengan pribumi. Saya adalah keturunan Cina dan pribumi. Sebenarnya apa maksud dari pribumi sendiri? Hanya yang bermata lebar dan hanya yang berkulit hitam/cokelat? Saya sendiri memiliki kondisi fisik seperti itu, saya bermata lebar dan berkulit cokelat, bukan putih atau kuning seperti kebanyakan Cina lainnya. Memang keluarga saya di Jakarta lebih banyak Cina, tapi saya masih punya keluarga di luar daerah yang pribumi. Sungguh banyak. Atau mungkin saya selalu bangga dengan negeri saya makanya saya senang disebut Indonesia. Tapi kita semua pasti punya darah Indonesia, kita terlalu munafik menjelek-jelekkan orang-orang pribumi ataupun Cina yang memang ada di Indonesia. Dan jujur saja saya gak suka dengan orang-orang yang terlalu membedakan perbedaan yang ada. Apa salahnya berbeda? Apa salahnya jadi orang pribumi? Apa salahnya jadi orang Cina? Gak ada yang salah satupun.

Saya bukan mau memihak antara Cina ataupun pribumi karena saya sendiri pun berada di tengah-tengah mereka. Banyak yang saya saksikan dari Cina dan pribumi, bagaimana Cina yang menganggap pribumi bukan pekerja keras, dan pribumi menganggap Cina sebagai penguasa sehingga merasa banyak yang terdiskriminasi, begitu juga sebaliknya. Mungkin yang saya lihat dan dengar secara sarkasme yaitu adanya istilah-istilah kasar yang hanya diketahui maknanya oleh mereka masing-masing untuk saling menghina. Saya memang gak tahu tentang asal muasal konflik Cina dan pribumi pada awalnya.

Andai saja semua berpikiran positif, tapi saya juga gak bisa menghakimi. Semua berhak untuk memiliki persepsi masing-masing. Kalau saja Cina dan pribumi dianggap sama, tapi memang nyatanya tidak. Kalau saja sudah gak terdengar lagi istilah-istilah kasar mereka untuk saling menghina, tapi nyatanya selalu saja ada yang memulai. Diam. Yah, saya hanya memang bisa diam, di saat teman-teman Cina saya menjelek-jelekkan pribumi-pribumi di luar sana. Diam disaat teman-teman pribumi saya juga tidak suka dengan Cina. Maafkan atas mereka semua, saya memang pengecut. Hei kita belum sepenuhnya benar dan suci kan? Buat apa saling menghina. Biar saja yang beda yah beda. Tapi apa salahnya sih berbeda? Sekali lagi saya tanyakan, apa salahnya beda? Terkadang mungkin terlalu lelahnya dengan persepsi semua itu, saya berpikir, kenapa gak Tuhan membuat semua kulit kita semua jadi biru saja? Semacam film Avatar, biru itu kan tenang dan damai. Tapi itu hanya pikiran gila saya saja. Gak semudah yang dibayangkan untuk menjadi berbeda. Yang masih saya harapkan dari semua hanya satu, untuk bisa 'respect' saja pada semua, mau itu Cina atau pribumi, mau itu hitam atau putih, mau itu bermata lebar atau sipit. Ahh, andai Michael Jackson mendengar harapan saya, mungkin saya sudah diajak nyanyi bareng di video klip 'Black or White' nya.

Banyak kejadian-kejadian yang mungkin memberikan persepsi antara Cina dan pribumi. Seorang Cina sangat takut untuk berjalan sendirian di tengah-tengah ramainya pribumi yang ada atau justru sebaliknya. Kita tahu, semuanya berawal dari pikiran negative kita. Dari negative thinking menjadi takut untuk mengenal lebih dalam dari mereka. Padahal mungkin tidak seburuk yang kita bayangkan. Bagaimana cara untuk selalu bisa berpikiran positif itu sangat susah sekali bagi kita orang Indonesia. Indonesian's stereotype.

Kondisi fisik itu belum tentu menunjukkan bahwa mereka Cina atau pribumi. Saya banyak berteman dengan yang bermata sipit, berkulit putih dll dan gak disangka ternyata mereka Muslim dan kebetulan saja mereka juga berkeluarga campuran seperti saya. Tapi mereka memilih Muslim. Masih banyak yang saya amati, dari pasangan beda etnis sekalipun, teman dan kerabat saya yang Cina dan pacarnya yang pribumi asli Bali dan beragama Hindu. Apa salahnya? Atau mungkin masih berpikiran kolot dan menganggap semua jadi masalah?

Saya selalu bangga dengan pilihan mereka masing-masing. Intinya hanya 1 kan? Bahwa mau agama apapun itu, semuanya 1 tujuan untuk menjadi dan mencapai kebaikan. Tuhan itu 1 bukan? Kenapa mesti dipertanyakan lagi, yang banyak itu kepercayaannya dan mereka berhak memilih kepercayaan mereka masing-masing. Itu saja. Jangan pernah mengutak-ngatik kepercayaan orang lain, karena masih banyak yang harus kita perbaiki dari iman kita sendiri.

Dari saya, pengecut yang mencintai perbedaan.

16 comments:

Nuel Lubis, Author "Misi Terakhir Rafael: Cinta Tak Pernah Pergi Jauh" said...

yah memang udah ga jamannya lagi rasis... :(

Ata said...

Saya pribumi, tapi layaknya orang Sumatera kebanyakan, saya punya mata sipit dan kulit putih. Sering di kira Cina, bahkan sama orang Cina-nya sendiri. Tapi nggak jadi masalah buat saya. :)

Azizah Ananda said...

saya juga pribumi. Tapi sy tidak membedakan antara pribumi dan cina ataupun dengan yang lainnya. menghargai perbedaan itu kan indah :)

Chici said...

Hmm... jujur aku dulu sewaktu masih di Takengon agak rasis sih Deb, karena disana juga sukuisme agak kuat juga. Tapi sejak pindah ke Medan yang masyarakatnya sangat heterogen mulai dari suku dan agama, mataku langsung kebuka kalo berbeda itu indah.

Di kampus aku punya teman dekat yang beda2 suku dan agama, tapi kami fine-fine aja tuh dengan perbedaan kami. Justru karena berbeda itu jadi saling belajar buat saling menghargai dan menyayangi.

Salam sesama penyuka perbedaan Deb
*peyukpeyuk

zul said...

saya pribumi
temen da pribumi ada cina
pacar ku cina
jadian karena saya gitaris n dia drummer di band
kita nya pacaran ga ada masalah
tapi orang lain yang selalu permasalahkan
(ortu, teman, sahabat, tetangga, dll)
pengennya kawin lari aja

Anonymous said...

Permasalahan saya beda. Saya cina dan pacar saya cina. Tapi saya Buddhist dan dia katolik. Permasalahan dimulai setelah kami pacaran 3 minggu, tiba" dia bilang kalau dia nikah dengan non-katolik dia ga bisa makan roti komuni. Waktu itu saya sudah mau diputusin tuh. Saya ga rela utk melepas dia karena lagi masa"nya kasmaran, saya setuju utk belajar katolik.
Tapi semakin lama dipikir saya semakin sadar bila saya dibandingkan dengan roti dan saya kalah. Dia lebih memilih roti dari pada saya, manusia. Dia lebih memilih roti daripada rasa kemanusiaan. Roti derajatnya lebih tinggi daripada rasa kemanusiaan.
Setelah menyadari hal itu seperti dipalu berulang kali, dada saya sesak.

1 tahun setelah pacaran saya tidak tahan lagi. Saya ingin memutuskan dia dan giliran dia yang ga rela. Dia minta maaf, tapi saya masih tidak percaya sama dia.

Saya bilang sama dia, kalau dia masih makan roti, saya ga akan pernah bisa percaya sama dia.
Saya suruh dia melepas katolik dia bilang ga bisa, giliran dia yang minta toleransi, padahal sejak awal pacaran sayalah yang menganjurkan toleransi.
Saya bilang ke dia bila saya sudah tidak mau toleransi lagi sejak dia lebih memilih roti daripada saya.
Sekarang hubungan kami menggantung. Sama" saling sayang, sama" ga bisa melepas, tapi saya ga percaya dia. Saya takut hal ini terjadi kembali.


Regards,

Pria yang sakit hati.

Nb. Ternyata dalam katolik, umat katolik tetap bisa makan roti komuni bila nikah di gereja. Dia salah informasi. Tapi intinya bukan salah informasi ataupun dia salah bicara, intinya dia lebih memilih roti daripada manusia.

Nb. Cerita saya memang sedikit tidak nyambung tapi saya merasa ada kesamaannya.
Kefanatikan terhadap apapun juga derajatnya tidak boleh lebih tinggi daripada keterbukaan akan pemikiran bahwa rasa kemanusiaan itulah yang musti dijunjung tinggi oleh semua manusia.

Memang menjunjung tinggi rasa kemanusiaan itulah yang utama.
Tidak terjerumus dalam kefanatikan suku, agama, dan ras itu sendiri.

Anonymous said...

walaupun beda agama ttp bisa menikah kok :( yg tidak bragama katolik, tak perlu makan roti. yg penting pernikahan dijalankan di gereja dan mengikuti tata cara katolik ..
aku pribumi katolik dan pacarku cina buddah, aku brharap suatu saat nanti kita bisa menikah walaupun dgn prbedaan :)

Anonymous said...

Berpindah agama/keyakinan karena manusia, sungguh sangat tidak terpuji. Saya tidak mau menikahi seseorang yg pindah agama karena saya. Dengan menyebut "roti" berkali-kali menandakan bahwa anda sangat tidak menghargai pacar anda. Anda tidak mau mengerti apa arti "roti" itu bagi dia. Itu bukan fanatisme tetapi kenyakinan seperti anda menyakini bahwa Sang Budha sudah mencapai kesempurnaan, dan Anda rela tidak membunuh nyamuk yg mengigit anda. Padahal kl dipikir bodoh sekali tidak menepuk nyamuk yg menghisap darah kita. Tapi tidak bagi anda.Rasa kemanusiaan ada bila anda bisa menghargai manusia dengan apa adanya sebagai bagian dari kemanusiaan itu sendiri.

Anonymous said...

Dari hasil penelitian genetik ternyata orang cina itu adlh hasil campuran,
awalnya orang di selatan cina adalah orang melayu, yg di utara cina adalh korea, jepang, mongol dll. di cina mereka bertemu dan bercampur sehingga jadilah orang cina yg sekarang ini hasil campur baur berbagai ras di asia.
karena itu orang cina matanya sipit tapi mulutnya lebar sedangkan orang melayu/indonesia matanya lebar dan mulutnya lebar, orang korea, matanya kecil, mulutnya pun kecil....sedangkan orang cina adalah hasil campuran keduanya, mata kecil, mulut melebar

Anonymous said...

Orang Cina bukan hasil campuran ah, kl campuran knp mereka jd ras paling bnyk jumlahnya sedunia.

Cina sendiri wilayahnya sangat gede. Jd sukunya jg majemuk dan fisiknya bs beda2, kl Korea dan Japan itu lebih homogen, krn lebih kecil wilayahnya dan terisolasi.

Cina itu heterogen ,bnyk dialek, etnik utamanya adalah org Han yg merupakan 90% org di daratan cina. Org kaum cina perantauan ini umumnya org Han. Uniknya lg org Han itu jg bnyk sekali dialek dr utara sampai selatan.

Yg islam di cina disebut Hui, atau org Han, jd beda suku. fisik mirip.
Adalg di Xinjiang jg muslim tp fisiknya beda, mereka lebih mirip org2 dr kazakhtan, or middle east.

org cina yg ke indonesia kebanyakan org Han, si Cheng Ho itu org Hui mknya dia Islam.

Anonymous said...

saya keturunan cina, ayah saya dr cina totok 100%, kakek nenek dateng dr cina langsung pd thn 1940an

mama merupakan cina keturunan. tp penampilan sangat chinese, nenek dr mama memakai kebaya encim. tp dulu tetap sembayang sama leluhur dan non-muslim.
Mereka juga secra fisik sangat berbeda dengan pribumi.

sekolah di sekolah kristen dr kecil di jakarta yg 99% siswanya keturunan cina.
lingkungan kerja jg cina kebanyakan dan tidak punya temen pribumi.

Di gereja jg kebanyakan org cina tp saya pengen pny temen pribumi.
Kl kawin sih spertinya ga boleh ya krn ortu pasti melarang....



Anonymous said...

Saya punya temen keturuna chines yang bekeyakinan katolik dia cewek sih tapi saya pribumi temen sekantor seruangan dan berdekatan meja,namanya org sering ketemu sering ngobrol y bertengkar tapi saya sayang sama dia apakah bisa sih kita berpacrn dan melanjutkan ke jenjang meried
Tolong sarannya friend,ak pengen punya istri chines karena dia pengertian sama lawan jenisnya

Unknown said...

klo emang suka why not! aku hanya modal Wo ai ni saja berani bilang ke mantan pacarku yg kini jadi istriku,asli Nanjing, RRC. Yg penting butuh keseriusan dan komitmen,awalnya juga banyak masalah krn aku berasal dari desa di Bali yg kental dg adat hindunya. Kami hidup bersahaja dan optimis thd masa depan dan ekonomi keluarga. Kami dikarunia 2 anak cewek lucu2 warna kulit Madu( tak seputih mamanya namun tak secokelat papanya ) bahasa kami( dirumah saja ) campur2, Mandarin, inggris, bahasa bali,Indonesia. So it's pretty obvious that you need to speak up if you feel man enough, good luck my friend!!!

Anonymous said...

Lucu aja klo ada orang tdk punya teman pribumi di negara dgn penduduk terbesar ke-4 didunia. Mungkin anda org yg takut ini takut itu, kebanyakan mikir jadilah anda org terkotak-kotakkan(squared up). seandainya anda mau jln2 keluar pasti banyak yg dilihat dan banyak teman. Makanya jadilah orang Badung yg positif. aku aja orang pribumi cokelat punya istri cina daratan skrng anak udah 2 dan fasih mandarin lagi ( walau ngerti tulisan)

Unknown said...

Mau kaya apapun yasuda..jalani saja dengan hepi semua sama...

Anonymous said...

Saya punya pengalaman saat pendekatan dengan cewek 1 gereja. Dia juga campuran: ayah Jawa, ibu keturunan Cina. Sayangnya krn dia terbiasa berteman dgn sesama Cina, ya sepertinya dia lebih suka cowok Cina. susah ya? semoga saat saya menulis ini, anda sudah bersama teman kantor anda