Deby Christi's Official Blog
September 12, 2022
Tentang Ayah
May 26, 2022
Harga yang Pas untuk Sebuah Tiket
Maksudnya disini adalah tiket pertunjukkan apapun di bidang entertainment atau menghibur penonton seperti konser, festival musik, live music, teater, drama musikal, stand up comedy, dan lainnya.
Hi!
Sudah lama gak menulis ya. Ingin saya bilang mau aktif kembali tapi takut hanya wacana seperti lalu-lalu bilang mau aktif kembali, nyatanya hanya satu atau dua tulisan yang ditulis dan dipost. Trigger menulis kali ini didapat karena melihat blog seseorang yang aktif menulis lagi setelah sekian lama. Dan berpikir, kayaknya asik ya kalau nulis lagi. Apalagi nulis tentang apa yang lagi ada di pemikiran saat ini.
Berhubung pandemi perlahan (mungkin) akan menjadi endemi. Aktivitas-aktivitas sebelum pandemi sudah mulai diperbolehkan kembali seperti jadwal konser atau festival musik yang sudah banyak diumumkan kembali oleh para promotor Indonesia. Saya tertarik untuk menuli berkaitan hal tersebut.
Hampir saja saya berhasil membeli tiket salah satu festival musik ternama yaitu Java Jazz Festival 2022. Tapi hanya hampir. Berujung dari janjian mau nobar sama teman yang memang sudah lama tidak bertemu dan sepakat untuk nonton salah satu konser atau festival musik. Mulailah saya mencari beberapa festival musik dan yang terdekat jadwalnya adalah JJF 2022. Kebetulan melihat salah satu post story teman yang menjual tiket JJF 2022, saya langsung kontak beliau.
Long short story, saya sudah deal dengan yang punya tiket, karena katanya beliau diberikan free oleh kantornya. Belum sempat bertemu untuk mengambil tiket dan bayar, dapat kabar bahwa tiket yang awalnya dibagikan free ditarik kembali dan mau dibagikan langsung OTS kepada karyawan. Padahal kalau bisa dapat, hanya dijual seharga Rp 350.000,- yang tadinya Rp 850.000,-. Think twice. Karena faktor usia yang tidak muda lagi, sudah terlalu cepat lelah berdiri dan kesana kemari berpindah venue saat festival musik, dan harga tiket yang menurut saya gak worth jika dengan keterbatasan waktu dan fisik sekarang ini, saya memutuskan untuk skip untuk nonton JJF 2022.
Boleh ya next festival musik aja.. Yang lain mungkin yang lebih murah? Mungkin.
Akhirnya tiket yang saya akan tonton adalah Musikal Petualangan Sherina. Sebenarnya saya sudah menonton drama musikal ini pertama kali tahun 2017 di Teater Jakarta, Taman Ismail Marzuki. Kalau ditanya how's the show? Saya selalu bilang, akan beli tiketnya lagi dan ajak keponakan untuk nonton jika suatu saat nanti diselenggarakan kembali. Sebenarnya di tahun 2020, promotor sudah ingin menyelenggarakan kembali namun karena pandemi yang tak kunjung berakhir dan sempat tertunda hingga 2 kali. Dan mudah-mudahkan tahun ini, pertunjukkan MPS berjalan lancar.
Tiket Early Bird ludes cepat. Hanya tinggal tiket dengan harga normal. Mahal. Tapi ketertarikan dan penantian saya dengan MPS cukup kuat sehingga tiket yang harganya cukup mahal saya beli. Setelah itu saya menerka perasaan ketika selesai membayar lunas tiket. Apakah akan ada perasaan menyesal? Semenit, dua menit, lima menit, satu jam, beberapa jam. Aman. Berarti ini salah satu pertunjukkan yang saya cintai bukan sekadar saya sukai.
Saya suka musik. Saya suka melihat pertunjukkan seni, apapun. MPS melengkapi keduanya. Dan lagi drama musikal ini dari film saat kecil dulu, yang gak pernah bosan untuk ditonton berulang kali. Saya cukup yakin, bulu kuduk dan hati saya bergetar lagi ketika ada di venue dan menonton kedua kali MPS.
Jadi, harga yang pas untuk sebuah tiket khususnya pertunjukkan entertainment itu berapa? Menurut saya, jawabannya tidak ada. Murah atau mahal relatif. Bisa jadi dibilang mahal ketika kita memang tidak benar-benar mencintai pertunjukkannya. Atau bisa jadi harga yang mahal itu bukan halangan karena kita berpikir 'kapan lagi kita bisa menontonnya kalau bukan sekarang?'
Bisa gak kita mengukur seberapa puasnya kita dengan suatu pertunjukkan sebelum kita membeli tiket tersebut? Kalau kita cinta dengan pertunjukkannya (dilihat dari POV terhadap pelaku seni, karya seni, atau hal lain yang mendukung) kita pasti akan selalu mau ikhlas, terlepas puas atau tidaknya setelah menonton pertunjukkan. Ingat, mungkin saya bukan pelaku seni. Tapi saya tahu, bagi mereka para pelaku seni, banyaknya orang yang menonton pertunjukkan mungkin adalah bonus untuk mereka. Yang paling penting adalah kesan dan pesan (perasaan) yang disampaikan penonton untuk para pelaku seni. Karena karya mereka lahir dari hati dan keresahan. Untuk menjadi karya dibutuhkan usaha. Juga, untuk menjadi cerita butuh pengakuan dan apresiasi yang sebelumnya datang dari hati pula.
Beli tiketnya Musikal Petualangan Sherina, 1 - 3 Juli 2022. Selagi masih ada!
September 25, 2021
Blackout
Aku tahu persis rasanya mungkin hampir lewat
Sendiri tanpa orang terdekat
Menjadi dewasa lebih tepatnya orang tua ternyata rumit
Selalu berpura-pura baik padahal sekitar sadar bahwa ada yang tidak beres
Begitu rasanya sesak di dada
Entah karena sakit fisik atau jiwa
Hari ini aku membuktikan bahwa baik saja tidak cukup
Sehat penting untuk diri dan tentunya support system
Mengingat sudah berapa kali terjadi
Dua kali, mungkin tiga, atau pernah sering terjadi
Tapi kuabaikan karena merasa bisa mengatasinya sendiri
Ternyata semua pecah hari ini
Berusaha kuat dengan fisik yang sudah lelah diajak kompromi
Berusaha waras dengan pikiran yang kadang kalut entah kemana
Detak jantung berdegup kencang, semua seakan menjadi putih tanpa warna
Apakah surga di depan mata?
Pelan turun, tanpa sadar jatuh tergeletak lemas tak berdaya
Berusaha meminta bantuan sayup sayup seketika hilang
Samar terdengar teriakan panik dari mereka yang peduli
Terima kasih, masih ada.
Berusaha mencerna di hilangnya sadar
Ada apa dengan tubuh ini? Atau pikiran ini?
Ternyata begini rasanya mengabaikan diri
Harusnya sadar, diri ini yang harusnya bahagia
Aku tak mau begini jika pada akhirnya merepotkan semua
Terima kasih telah tunjukkan harus apa setelahnya
Jakarta, 25 September 2021
May 2, 2021
7 Hari dan Hari-Hari Berikutnya
Sudah lewat 7 hari di sini. Adaptasi. Masih dengan beradaptasi untuk hari-hari seterusnya sampai kerasan dan menjadi nyaman. Adaptasi dengan lingkungan baru, kerjaan baru, teman-teman baru, dan yang baru nanti lainnya.
Belum terbiasa dengan laju mobil motor yang terlalu cepat, secepat lintasan di jalan bebas hambatan. Padahal banyak sekali hambatan di lingkungan baru ini, salah satunya lubang-lubang di jalan, tambalan kasar jalanan, atau salah satu lampu lalu lintas yang terlampau lama durasinya.
Banyak SPBU yang self service. Semakin canggihkah lingkungan ini? Atau terlalu hectic-nya orang-orang, layanan satu orang petugas SPBU tidak bisa cukup buat mereka? Toko buah besar selalu padat pengujung, terlihat dari parkir yang selalu penuh. Jalanan besar di antara jejeran ruko-ruko yang tidak kalah ramainya dengan jalanan ketika libur akhir pekan. Belum cukup terbiasa dengan tempat ini.
Terlalu ramai membuat pusing. Mungkin, kalau bukan karena pergi ke kantor atau membeli sesuatu yang dibutuhkan lebih baik di kos. Mengetik, merenung, mendengar playlist, sambil sesekali menengok ke kiri ke jendela luar. Bahagia masih ada dedaunan dan hijau yang dilihat. Dan sinar matahari yang memancar ke dalam kamar. Angin sesekali masuk membawa hawa sejuk. Kadang, malam pun tak pelu AC untuk tidur nyaman.
7 hari ini selesai dan hari-hari berikutnya akan ada apa lagi ya? Merenung sambil mendengar detak jam dinding. Dan ditemani suara dari jauh sana. Rindu ya.