November 13, 2011

Bangga Indonesia!

Sekarang-sekarang ini gue lagi punya waktu senggang yang sangat banyak. Dari mulai kemarin gue bolos kampus karena kondisi badan gue yang gak memungkinkan gue masuk kelas. Pilek batuk berat yang gue derita. Puji Tuhan udah lumayan sembuh sekarang karena kemarin istirahat total seharian. Pas lagi bosen-bosennya istirahat, gue nonton acara-acara tv. Lagi pada banyak-banyaknya liputan mengenai SEA GAMES 2011. Melihat liputan seputar Sea Games tersebut di salah satu stasiun tv swasta, bangga melihat Indonesia sampai saat ini masih merupakan negara peraih medali emas terbanyak di berbagai cabang olahraga. Bangga sekali! Siapa yang gak bangga, negara kita ada di urutan nomor 1 se-Asia Tenggara peraih medali terbanyak. Hasil yang dilaporkan sampai Sabtu kemarin, sudah 48 medali yang diraih Indonesia oleh atlet-atlet Indonesia. Dan tadi sempat browsing lagi, ternyata udah bertambah menjadi 64 total medali yang diraih Indonesia. Hah! Semoga Indonesia memang menjadi nomor 1 seterusnya untuk Sea Games 2011 ini.

Memang untuk urusan olahraga semua bisa menjadi satu dan menjadi satu kebanggaan tersendiri buat rakyat Indonesia. Dari olahraga, kita bisa berkumpul jadi 1 nonton ramai-ramai timnas kita bertanding membela negara. Semangat nasionalismenya berasa banget. Belum lagi kalo lagi nyanyiin lagu Indonesia Raya menunjukkan lagu kebangsaan kita, Bangsa Indonesia.

Dulu sempet ngerasain jadi atlet sebentar, waktu jaman-jamannya masih main basket dan ikut di berbagai pertandingan basket antar sekolah. Biarpun gue gak sejago temen-temen gue yang lain main basketnya, segaknya gue bisa merasakan gimana rasanya main di pertandingan secara resmi. Deg-degan. Itu baru antar sekolah. Gimana ya atlet-atlet Indonesia yang bertanding dengan negara lain. Pasti deg-degan. Dulu jamannya pertandingan basket antar sekolah, gue dan temen-temen 1 tim basket seringkali mengalami rasanya kekalahan mental duluan. Misalnya nih, kita udah tahu kalo lawan kita memang lebih hebat dan sering menang di berbagai kejuaraan daripada tim kita sendiri, trus pasti deh kita ngerasa jiper duluan, istilahnya mental kita secara gak langsung udah jatuh duluan, udah ngerasa jomplang dengan mental lawan.

Kalo kata pelatih dan temen-temen gue dulu, seharusnya kalo kita mau bertanding, mental kita harus jauh lebih kuat dari kekuatan fisik kita sebenarnya. Karena mental itu membawa kita untuk kuat berdiri sepenuhnya di tengah-tengah lapangan. Dan untuk melatih mental tetap berdiri kuat itu sangat susah buat gue. Gue harus berani lebih percaya diri dulu dan selalu berpikir positif kalo sebenarnya gue mampu, kita mampu dan bisa. Mungkin itu yang ada di pribadi atlet-atlet Indonesia. Gue sangat percaya mental mereka lebih kuat dari kekuatan fisik mereka. Itu sebabnya mereka bisa unggul. Jangan bicara sangat jauh dulu, tentang sepakbola Indonesia mau kapan maju di piala dunia. Buat gue sekarang, olahraga Indonesia udah sangat baik kok. Cuma dari kita nya aja, dari rakyat yang harus selalu mendukung penuh bentuk kemajuan bangsa sendiri terutama di bidang olahraga ini.

Dari dulu sampai sekarang gue sangat bangga kalo ada peran kaum hawa di segala bentuk prestasi apapun itu. Gue selalu sangat bangga dengan mereka kaum hawa yang memiliki passion buat menjadi lebih dari kaum adam. Kemarin sempet liat banyak atlet-atlet wanita yang memang punya passion yang kuat banget. Ada atlet-atlet polo air wanita yang umurnya masih 19-an semua yang berhasil mendapat medali perak melawan negara lain. Ada atlet sepeda downhill wanita yang menyandang predikat Ratu Downhill Indonesia yang meraih medali emas dan sudah lama berprestasi untuk Indonesia. Dan atlet-atlet lainnya. Buat gue, kaum hawa bisa menunjukkan kekuatan lebih dari kaum adam itu menjadi kebanggaan tersendiri buat gue yang sebagai kaum mereka ini.

Jadi dari gue, gue selalu mendukung Indonesia untuk menang di Sea Games 2011 ini. Gue harus bangga dengan negara gue, bangga Indonesia! Semoga kalian juga begitu.

October 2, 2011

Kalo ditanya apa impian saya?

Impian. Ah hal 1 ini gak akan pernah habis-habisnya ya dibicarakan. Semua orang pasti punya impian. Cita-cita mungkin menjadi salah satu impian masing-masing individu. Dulu kalo ditanya, apa sih cita-cita gue? Gue jawab pingin jadi pemusik (tapi kata teman gue musik itu masalah selera, kita harus bisa baca selera musik masyarakat dan sementara selera masyarakat banyak macam beda-beda pula. Bener sih.), pingin jadi seniman karena suka seni, pingin jadi atlet karena dulu sempat jatuh cinta sama basket (bahkan pingin sekolah atlet di Ragunan), pingin jadi penyelam (ini yang gue bingung datangnya darimana, berenang aja gue bahkan ga bisa!).

Sekarang, kalau ditanya, apa impian gue? Buanyaaaaaakkkk banget. Tapi sekarang berasa gue cuma punya 1 impian yang pingin deket-deket ini gue realisasikan. Bikin buku. Ya, nulis. Dulu sempet gue ngobrol banyak tentang apa sih impian gue ke teman gue. Gue tanya, gue bakalan kerja apaan ya abis lulus kuliah nanti? (Amin harus lulus lah!). Gue bakalan sukses gak ya? Teman gue memberikan banyak masukan dan solusi buat gue sendiri. Dia tanya tentang gue punya passion dimana, gue lebih tertarik di bidang apa, dll trus kasih masukan dan solusi yang guna banget dan jadi bahan pertimbangan gue.

Ada 5.

Pertama. Gak bisa dipungkiri gue kuliah di jurusan Ilmu Komputer, tapi gue buta bahasa program dan beruntungnya gue baik dalam memahami kasus analisa perancangan sistem. Gue pingin setelah lulus nanti, gue ambil kursus tentang itu lebih dalam lagi, dapat sertifikat dan kerja kantoran. Berapa ya kira-kira gaji fresh graduated saat gue lulus nanti? Apa EQ gue bisa diterima dalam dunia pekerjaan? Gue bisa ga ya survive di dunia kerja? Banyak kan pertanyaan. Itu aja belum bisa kejawab semua kalo belum gue coba terjun langsung.

Kedua. Gue suka desain juga. Tapi masalah utamanya, gue gak kreatif. Nah itu tuh gue bingungnya, sedangkan orang-orang yang bekerja di dunia creative design kan harus yang kreatif. Judulnya aja uda "creative" harus bisa menciptakan sesuatu yang baru dan unik. Mungkin bisa gue masuk dunia itu, tapi gue gak punya keberanian yang cukup.

Ketiga. Hobi lain gue photography. Gue sudah menjadikan hobi ini jadi 'lahan tabungan' gue. Memang hasil yang didapat masih sangat sedikit, tapi sangat puas rasanya dibayar dengan melakukan sesuatu yang disuka. Gue freelance sebagai fotografer bersama dengan teman-teman tim foto gue. Gue belum pro, gue masih belajar juga, pengalaman yang gue dapet juga belum banyak. Tapi gue udah bisa merealisasikan hobi menjadi duit. Kalau kalian mau mampir ke facebook page Dslr Photograph silahkan :)

Keempat. Gue pingin suatu hari nanti, gue membuat suatu wirausaha yang visinya membantu sesama yang kekurangan. Busettt gaya banget hahaha. Terserah kalian mau anggap gue sok atau apa itu. Tapi gue sangat ingin. Keinginan gue porsinya menjadi meningkat waktu matakuliah Entrepreneur di kampus gue. Ada istilah Social Entrepreneur. Udah banyak yang gue tahu soal ini. Tentang wirausahawan/wati yang membuka usaha dengan mensejahterakan dan membantu sesama yang membutuhkan. Dan gue ingin juga membuatnya. Entah modal darimana, mungkin gue akan bekerja dulu sampai ada uang yang 'lebih' mudah-mudahan gue bisa merealisasikannya. Mungkin karena gue yang gampang tersentuh ngeliat sesama yang kebutuhannya belum tercukupi sepenuhnya, gue gampang 'meleleh' ngeliat itu semua. Sampai saat ini gue uda sedikit membantu beberapa kelompok yang membutuhkan. Gak perlu menjelaskan secara detail. Gue tau pemberian gue yang sedikit itu paling gak bisa mengurangi beban mereka sedikit.

Kelima. Ini menjadi salah satu saran dari beberapa teman gue, menjadi penulis. Gue pingin punya buku. Nulis buku. Gue masih bingung dan masih memikirkan konsep apa yang bagus. Tapi gue gak akan menulis soal cinta. Lagi-lagi cinta melulu. Udah banyak sekali genre itu. Inspirasi menulis gue mungkin bisa diambil dari para penulis muda saat ini. Gue mendapatkan mimpi dari Donny Dhirgantoro dan Andrea Hirata, mendapatkan lelucon dari Raditya Dika dan Ferdiriva Hamzah, mendapatkan semangat dari Pandji, mendapatkan apa adanya dari Rakhmawati Fitri dan Indra Herlambang. Semua penulis yang bukunya pernah gue baca yang belum gue sebutkan satu persatu. Dan mungkin yang terakhir ini menjadi satu-satunya sekarang yang sangat ingin sekali gue realisasikan. Kalau uda nulis, gue kirim naskah, dan diterima penerbit, ada hal yang kalian boleh lakukan. Yaitu, doakan gue dan beli bukunya ya! :p Amin kalo terbit :)

Iya gue pingin punya buku sendiri. Sekian.

You may say i'm dreamer, but i'm not the only one. -John Lennon.

September 30, 2011

Kalo aja nulis skripsi segampang blog-ing

Sebelum gue melanjutkan isi postingan ini secara detail, gue mau menjelaskan dulu. Gue mahasiswi jurusan Information System yang mungkin salah jurusan. Dan gue lagi proses menuju skripsi minor. Semester ini membuat gue parno gila-gilaan dengan 1 kata ajib, “Minor”. Kepanjangannya skripsi minor yaitu matakuliah wajib yang harus diikuti mahasiswa di jurusan kampus gue. Kalo gak bisa lulus minor yah ga bisa ikut skripsi mayor dengan konsep yang lebih luas lagi dan hasilnya akan menentukan mahasiswa lulus atau gaknya sebagai S.Kom. Gue dan teman-teman sedang '”on process” buat itu semua. Semoga lulus. Amin..
Gue akui gue adalah orang yang moody. Hidup berdasarkan mood. Baik atau buruk tindakan gue berdasar mood. Sedih memang makanya don’t try this at home. Sampai kerjain skripsi aja lagi males-malesan buat cari bahan. Uda sampai bab 2 (landasan teori) tapi cari bahan buat dijadiin teori dasar skripsi gue aja bingung harus mulai darimana, bingung harus cari kemana dimana. Lama-lama kayak lagu hitsnya Ayu Ting-Ting deh, “kemana..kemana..kemana ku harus mencari..dimana..dimana.dimana ku harus mencari..” Padahal dikasih libur lumayan banyak, tapi malesnya gue gak bisa dilawan lagi.
Niatnya mau cari bahan lewat media internet juga malah gak maju-maju. Malah browsing yang macem-macem atau malah buka tweetdeck dan kepikiran buat ngetwit kondisi gue saat itu.

Begitu gue setengah hati membuka buku-buku buat mencari bahan untuk bab 2 skripsi gue, kebanyakan buku yang ada menggunakan Bahasa Inggris semua. Ngeledek ini sih. Bahasa Indonesia aja males gue kutip apalagi Bahasa Inggris begini *lembar buku sembunyi tangan*. Akhirnya gue dapet sms dari temen sekelompok skripsi gue katanya dia uda menambahkan teori-teori di bab 2. Ah lega dengernya. Tapi semestinya sih gue juga tau diri dengan predikat gue sebagai penimba ilmu yang mungkin lho mungkin salah jurusan ini, seharusnya gue juga harus bisa melawan malas gue ini buat kebutuhan diri gue sendiri pastinya untuk lulus. LULUS. Itu aja.
Gue dengan santainya malah akhir-akhir ini lagi senang-senangnya blog-ing, ngepost tulisan-tulisan yang uda numpuk di kepala gue. Gak tau kenapa pas lagi nganggur ide-ide itu malah hanyut, tapi begitu gue seharusnya punya pekerjaan yang memang udah jadi tanggung jawab gue sebagai mahasiswa, ide-ide itu malah terus ngalir. Gak ada berentinya mikir tentang apa aja yang ada yang gue “lihat”. Gak juga jadi rajin nulis yang seharusnya sih nulis skripsi, tapi…yah begitulah. Gue juga jadi sangat rajin baca buku lagi, banyak buku yang gue beli akhir-akhir ini dan gue habiskan dalam waktu yang lumayan cepat dari biasanya gue melahap buku. Mungkin dari buku-buku tersebut gue jadi lebih greget juga buat nulis, terinspirasi dari “makanan” gue itu. Yang lagi gue baca sekarang ini Nasional.Is.Me nya Pandji. Bukunya kereeenn banget bisa buat kita makin cinta Indonesia dan ngasih tau banyak banget tentang dalem-dalemnya Indonesia. Kalian bisa juga download versi e-booknya. Kemarin baru mampir ke Gramedia Matraman dan cari-cari yang pas dan kebetulan buku itu yang gue dapet. Oya kemarin pas ke Gramedia Matraman, ada anak-anak TK-SD gitu mungkin kunjungan rekreasi sambil belajar, enak banget deh mereka seminar trus dikasih duit per anak sekitar 50rb Rupiah untuk dibelanjakan barang-barang yang mereka suka di Gramedia. Coba gue ikutan yah, tapi kayaknya udah jauh ketuaan. Umur boleh tua tapi muka masih imut gini :p
Kalo aja nulis skripsi segampang blog-ing.
Kalo aja nulis skripsi segampang ngarang cerpen waktu SD.
Kalo aja nulis skripsi segampang es em es di hape atau be be em di bebe.
Tapi nyatanya gue harus bangun, berdiri, dan bergerak bahwa gue mahasiswa yang harus lulus tepat waktu. Doakan gue selamat sampai tujuan ya :)

September 25, 2011

Memilih pilihan

Beberapa hari lalu gue menemani nyokap belanja di suatu mall. Kebetulan hari itu adalah hari gue harus selalu siap siaga antar jemput nyokap kemana nyokap mau. Biasanya ada supir atau kakak gue yang punya tugas itu. Tapi kemarin gantian gue yang wajib penuhi tugas mulia biar gak kualat-kualat amat. Ternyata benar ya, setiap orang tua pingin anak-anaknya cepat besar, bukan mau cepat anaknya sukses, nikah dan menghasilkan keturunan yang unyu-unyu. Melainkan cepat besar biar bisa antar jemput orang tua dan kalo uda begitu, orang tua tinggal duduk santai sambil nyengir kuda melihat ada supir sekaligus anak andalannya yang bisa dibawa kemana-mana menemani mereka biar gak kesepian.
Seperjalanan gue dengan nyokap santai aja, biasanya gue juga bisa santai sih tapi kalo uda di jalanan ramai yang motor-motor seenak jidat nyelap nyelip kayak celana dalem gak bisa diajak kompromi, gue jadi ikutan panik. Bukannya panik karena jalanan ramai, tapi karena nyokap yang uda panik duluan dan gesture tubuhnya tuh udah jadi tanda tersendiri buat gue. Tiba-tiba bisa aja gitu kaki nyokap kayak orang nginjek rem trus tangan nyokap yang kayak ngedorong apapun yang ada di bangku sebelah kemudi. Gue parno.
“ADUUUUHHHH…pelan-pelannnn dooonggg dekk….!!”
“Iya ini uda pelan mama..” Gue sebisa mungkin jawab santai.
“Tuh tuh tuh tuh tuh…adaaaa motooooorrrrrrrrr..”
“Itu motornya aja yang ga sabaran nyelip-nyelip kayak jigong.” Sahut gue.
“Sssshhhhhhhhhhhhhhhh..Heeeeeeeeeeerrrrrrrrrr…Hmmmphhh….” Nyokap panik tingkat dewa 19 sambil kayak orang ngerem trus tangannya megang tegang kursi.
Nyetir dengan di sebelah kemudi ada nyokap gue membuat gue terkadang ikutan tegang juga, takut nyokap gak terkontrol tegangnya trus…. trusss….trussss jangan dilanjutin ntar gue malah jadi dosa dan kualat.
Nyetir itu mengendarai banyak pilihan. Mau belok kanan, belok kiri, putar balik, lurus terus atau berhenti dan kemudian jalan lagi. Semua pilihan. Semua tergantung supirnya mau memilih pilihan yang mana untuk mencapai tujuan bahkan agar selamat sampai tujuan. Bisa jadi malah salah jalan atau jalan yang kita udah lalui ternyata buntu. Lagi-lagi kita harus memilih. Pilih diam di tempat, putar balik, atau bertanya ke orang lain jalan yang mana yang seharusnya kita pilih dan haruslah yang baik sampai tujuan.
Sesampai di mall, nyokap langsung bilang lapar dan pingin makan di suatu restoran dalam mall tersebut. Lagi-lagi gue hanya bisa meng-iya-kan karena gue ga mau kualat, eh ga deng, intinya gue pingin makan juga (padahal beberapa jam lalu baru aja makan, nafsu makan lagi gede *maklum masa pertumbuhan kelewat ‘tumbuh’). Di restoran kami order makanan. Beberapa menit kemudian, makanan nyokap uda jadi. Nyokap makan duluan dengan khidmat tanpa hormat dulu dia langsung abisin tuh makanan. Makanan nyokap uda abis, tapi makanan gue belum jadi-jadi. Jangan-jangan ada yang salah? Coba tanyakan pada rumput bergoyang. Tanya kenapa? Kenapa tanya-tanya? Gue tunggu. 5 menit, 10 menit, 15 menit, baru jadi mungkin sekitar 20 menitan lebih banyak (bagus gue lagi sabar). Jadi juga makanan gue dan gue langsung makan tanpa babibu padahal gue makan ga pakai babi. Gue makan paling sekitar 10 menitan lebih, cepetan gue makan daripada bikinnya. Lama di ‘menunggu’ nya. Lagi-lagi soal pilihan, kita mau sabar menunggu atau kabur aja dengan apa yang ada tanpa memikirkan ke depannya bagaimana. KayaK nunggu makanan juga begitu, kalo kita sabar nunggu kita bisa makan sesuai apa yang kita pesan. Tapi kalo ga sabar, ya udah cabut aja cari tempat makan lain yang kita belum tau pelayanannya bagaimana, lebih cepat atau malah makin parah lambatnya. Sabar aja ntar juga dapet. Mungkin simple-nya seperti itu. Kalo gak dapet berarti memang bukan jodoh. Coba lain kali lagi.
Selesai makan, langsung muter-muter dalam mall. Tempat pertama, toko buku. Asik jarang-jarang nyokap ngajak ke toko buku, lebih sering bokap yang ngajak ke toko buku. Toko buku adalah tempat fav gue kalo di mall. Gue bisa ngabisin waktu ngeliat-liat buku yang baru dan keren daripada ngabisin waktu muter-muter belanja atau cuma sekedar duduk-duduk doang di tempat nongkrong gahoel di mall. Nyokap ke rak-rak buku kesehatan dan gue ke rak-rak novel. Cari-cari buku yang bagus dan baru. Ketemu! Gue beli 3 buku. Buku novel biasa yang ceritanya ga terlalu berat karena gue ga suka yang berat-berat. Yang enteng aja otak gue susah mencerna isi cerita. Iya gue tau gue lemot. Cukup ya. Nyokap juga beli buku tentang kesehatan gitu, perlu diketahui kalo nyokap ke toko buku pasti buku yang dibeli pasti buku kesehatan, trus kalo nyokap uda berasa gak enak badan lemes-lemes gitu langsung deh minum obat ada kali bisa selebay mungkin. Bukan gue yang berlebihan, nyokap gue aja yang berlebihan mengkonsumsi obat, uda parno duluan aja gitu padahal baru pusing atau lemes dikit. Tapi alhamdulillah nyokap gue bukan pemakai obat terlarang.
“ADUUUUUHHHH…..lemes kok ya, gak enak badan, pusing-pusing, mual-mual.”
“Kenapa mama?” Gue bertanya.
“Gak tau nih.”
Gue langsung mengambil keputusan, “MAMA..MAMA…!!”
“Kenapa dek?”
“MAMA HAMIL!!!”
“Hamil darimana gila ya lu, orang mama udah gak mens.”
Kebongkar sudah rahasia besar mama.
Keluar dari toko buku, gue dan nyokap ke toko barang-barang serba ada yang harganya juga lumayan terjangkau. Nyokap cari-cari dompet buat ke pasar.
“Yang mana ya dek yang bagus buat dompet mama ke pasar nih?”
Gue mellihat-lihat semua warna dompetnya ungu. Ungu itu janda. Dan mama bukan janda. Gue menggeleng dan menyaut, “Jelek ah!”
Mama mesem dan mencari-cari lagi akhirnya dia dapet dompet warna cokelat. Segaknya lebih cocok buat ibu-ibu macam mama. Gue lega mama gak jadi ambil warna ungu, kalo jadi warna ungu berarti mama pilih untuk menjadi janda. Ga masuk diakal gue cuma sambung-sambungin aja. Gak cuma dompet, apa aja mama beli alasannya banyak kalo ditanya barang tersebut buat apa, mending diem aja. Sampai di kasir gue bisa liat belanjaan mama mulai banyak. Dari mulai dompet tadi, ikat pinggang kecil kayak anak abg (mama coba jelaskan dulu untuk apa ini, mama bukan lagi abg, jadi tolong mama), tempat buku, dan boneka. Bukan boneka bukan buat nyokap gue kok. Boneka buat tetangga gue sama keponakan nyokap yang masih kecil. Unyu gitu. Gede-gede lagi bonekanya. Jadi sepanjang belanja di dalem mall gue nenteng-nenteng tuh 2 boneka gede dengan warna mencolok, karena gak tahan gue bilang mau taroh dulu barang-barang di mobil daripada ntar nambah lagi belanjaan, tangan gue gak bisa nampung lagi.
Abis itu nyokap langsung menuju ke pusat belanja baju, nyokap semangat banget deh kalo ke tempat beginian.
“Bagus gak dek?”
“Mmm…” Gue melihat seckdress warna ungu polkadot putih.
Gue makin ngeri, kok daritadi barang-barang pilihan nyokap warna ungu terus, “Jelek ah, ma. Yang lain kek warnanya.”
Mama mesem dan akhirnya mencari yang lain dan dapet 2 baju.
Mama keluar dari toko tersebut. Jalan dan mampir lagi ke toko baju lain. Lirik-lirik baju, liat-liat baju, megang-megang baju.
Sampai gue udah bosannya ditanya terus, “Bagus gak dek?”
Gue jawab sejujurnya padahal dalem hati gue bilang,
“Mamaaaaa, tolonggggg ini udah 4 jam lebih kita disini cuma muter-muter di tempat ini aja….” *nangis sesunggukkan.
Dari yang jawab jujur sampai uda malem komentarin pilihan nyokap, jadi ya setuju-setuju aja sama piihan baju yang dibelinya.
Gue salah gak memberikan komentar detail tentang baju yang ingin dibeli nyokap mungkin karena udah capainya. Jadi nyokap langsung aja comot baju walaupun bajunya gue tau gak sesuai dengan nyokap. Memilih pilihan itu sebenarnya harus dipikirkan lagi. Itu mengapa ada yang bilang, manusia itu gak akan pernah puas karena setelah memilih pilihan mereka malah lebih banyak bicara, “Coba saya pilih yang ini, coba saya pilih itu.” Ini itu banyaakkkkk sekaliiiiiii..kayak lagu Doraemon.
Tujuan selanjutnya ke supermarket membeli banyak kebutuhan nyokap yang beberapa belum terlalu dibutuhkan mungkin. Nyokap membeli buah-buahan, sabun-sabunan yang gak nanggung-nanggung nyokap kalo beli beginian selalu beli genap, 2, 4, 6, atau kelipatan-kelipatan lainnya. MarI ngewarung. Selanjutnya beli sendok sayur yang berbeda jenis fungsinya, beli bumbu masakan, permen, pewangi ruangan, de el el. Gue? Gue cuma beli bengbeng.
Sampai di kasir, lumayan juga banyak kantong plastik isi belanjaan. Dan gue harus membawa itu semua. Yak, tangan gue gak lama lagi bakal bersepir bawa beberapa kantong belanjaan isinya gak nanggung-nanggung berat semua dari supermarket yang letaknya di basement mall sampai ke parkiran yang letaknya di lantai 1 mall tapi jangan salah…jalannya lumayan jauuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuhhhh, bukan lumayan tapi sangat jauh.
Lagi-lagi soal pilihan disini. Dari mulai gue anterin nyokap sampai ada di mall terus nemenin nyokap belanja. Semua pilihan. Memilih pilihan yang membuat gue belajar menjadi sabar dengan keadaan yah itu tadi, berat sama dijinjing, ringan sama dipikul. Gue ga ngerti. Pokoknya ngebawaiin yang berat-berat itu semua. Sabar buat ‘membawa yang berat sekarang dan ‘percaya bakal ada baiknya nanti.’
Memilih pilihan.
Ada yang bilang, kita bangun pagi aja udah langsung diberikan pilihan, mau melakukan kegiatan apa dulu? Bahkan di kamar mandi juga ada pilihan, mau gosok gigi dulu atau mau sabunan dulu? Apalagi buat pergi ke luar rumah. Semua butuh pilihan. Salah deng. Maksudnya semua butuh memilih pilihan. Ya, memilih pilihan.

September 17, 2011

Persepsi antara cina dan pribumi

Saya gak tahu dan bingung harus mulai darimana. Sejujurnya saya bingung untuk membuat judul yang cocok untuk tulisan ini. Saya bukan seorang yang fanatik sastra, saya juga bukan seorang psikolog ataupun mahasiswa filsafat yang selalu pandai berpendapat. Saya hanya seorang biasa yang hanya ingin berpendapat bebas apa adanya. Alasan saya menulis ini karena saya suka mengamati sekeliling saya, apalagi soal perbedaan. Saya suka mengamati persepsi-persepsi orang-orang sekeliling saya tentang adanya perbedaan.

Yang kita tahu dari dulu sampai sekarang hanya soal perbedaan yang gak kunjung henti dibicarakan banyak orang, terutama pandangan orang tentang Cina dan pribumi. Jujur sebenarnya saya speechless untuk membicarakan ini, tapi saya ingin.

Saya terlahir di keluarga campuran seperti yang pernah saya tulis dulu, ada campuran Cina dan pribumi. Saya lebih senang disebut orang Indonesia. Masih ada beberapa banyak dari kita mungkin yang terlalu fanatik akan ras, suku bangsa, dan agama masing-masing. Terlalu fanatik dengan Cina dan terlalu fanatik dengan pribumi. Saya adalah keturunan Cina dan pribumi. Sebenarnya apa maksud dari pribumi sendiri? Hanya yang bermata lebar dan hanya yang berkulit hitam/cokelat? Saya sendiri memiliki kondisi fisik seperti itu, saya bermata lebar dan berkulit cokelat, bukan putih atau kuning seperti kebanyakan Cina lainnya. Memang keluarga saya di Jakarta lebih banyak Cina, tapi saya masih punya keluarga di luar daerah yang pribumi. Sungguh banyak. Atau mungkin saya selalu bangga dengan negeri saya makanya saya senang disebut Indonesia. Tapi kita semua pasti punya darah Indonesia, kita terlalu munafik menjelek-jelekkan orang-orang pribumi ataupun Cina yang memang ada di Indonesia. Dan jujur saja saya gak suka dengan orang-orang yang terlalu membedakan perbedaan yang ada. Apa salahnya berbeda? Apa salahnya jadi orang pribumi? Apa salahnya jadi orang Cina? Gak ada yang salah satupun.

Saya bukan mau memihak antara Cina ataupun pribumi karena saya sendiri pun berada di tengah-tengah mereka. Banyak yang saya saksikan dari Cina dan pribumi, bagaimana Cina yang menganggap pribumi bukan pekerja keras, dan pribumi menganggap Cina sebagai penguasa sehingga merasa banyak yang terdiskriminasi, begitu juga sebaliknya. Mungkin yang saya lihat dan dengar secara sarkasme yaitu adanya istilah-istilah kasar yang hanya diketahui maknanya oleh mereka masing-masing untuk saling menghina. Saya memang gak tahu tentang asal muasal konflik Cina dan pribumi pada awalnya.

Andai saja semua berpikiran positif, tapi saya juga gak bisa menghakimi. Semua berhak untuk memiliki persepsi masing-masing. Kalau saja Cina dan pribumi dianggap sama, tapi memang nyatanya tidak. Kalau saja sudah gak terdengar lagi istilah-istilah kasar mereka untuk saling menghina, tapi nyatanya selalu saja ada yang memulai. Diam. Yah, saya hanya memang bisa diam, di saat teman-teman Cina saya menjelek-jelekkan pribumi-pribumi di luar sana. Diam disaat teman-teman pribumi saya juga tidak suka dengan Cina. Maafkan atas mereka semua, saya memang pengecut. Hei kita belum sepenuhnya benar dan suci kan? Buat apa saling menghina. Biar saja yang beda yah beda. Tapi apa salahnya sih berbeda? Sekali lagi saya tanyakan, apa salahnya beda? Terkadang mungkin terlalu lelahnya dengan persepsi semua itu, saya berpikir, kenapa gak Tuhan membuat semua kulit kita semua jadi biru saja? Semacam film Avatar, biru itu kan tenang dan damai. Tapi itu hanya pikiran gila saya saja. Gak semudah yang dibayangkan untuk menjadi berbeda. Yang masih saya harapkan dari semua hanya satu, untuk bisa 'respect' saja pada semua, mau itu Cina atau pribumi, mau itu hitam atau putih, mau itu bermata lebar atau sipit. Ahh, andai Michael Jackson mendengar harapan saya, mungkin saya sudah diajak nyanyi bareng di video klip 'Black or White' nya.

Banyak kejadian-kejadian yang mungkin memberikan persepsi antara Cina dan pribumi. Seorang Cina sangat takut untuk berjalan sendirian di tengah-tengah ramainya pribumi yang ada atau justru sebaliknya. Kita tahu, semuanya berawal dari pikiran negative kita. Dari negative thinking menjadi takut untuk mengenal lebih dalam dari mereka. Padahal mungkin tidak seburuk yang kita bayangkan. Bagaimana cara untuk selalu bisa berpikiran positif itu sangat susah sekali bagi kita orang Indonesia. Indonesian's stereotype.

Kondisi fisik itu belum tentu menunjukkan bahwa mereka Cina atau pribumi. Saya banyak berteman dengan yang bermata sipit, berkulit putih dll dan gak disangka ternyata mereka Muslim dan kebetulan saja mereka juga berkeluarga campuran seperti saya. Tapi mereka memilih Muslim. Masih banyak yang saya amati, dari pasangan beda etnis sekalipun, teman dan kerabat saya yang Cina dan pacarnya yang pribumi asli Bali dan beragama Hindu. Apa salahnya? Atau mungkin masih berpikiran kolot dan menganggap semua jadi masalah?

Saya selalu bangga dengan pilihan mereka masing-masing. Intinya hanya 1 kan? Bahwa mau agama apapun itu, semuanya 1 tujuan untuk menjadi dan mencapai kebaikan. Tuhan itu 1 bukan? Kenapa mesti dipertanyakan lagi, yang banyak itu kepercayaannya dan mereka berhak memilih kepercayaan mereka masing-masing. Itu saja. Jangan pernah mengutak-ngatik kepercayaan orang lain, karena masih banyak yang harus kita perbaiki dari iman kita sendiri.

Dari saya, pengecut yang mencintai perbedaan.