October 25, 2009

Being selfish or not?

Menurut saya egois itu adalah sikap atau tindakan dimana kita sebagai manusia tidak bisa menempatkan situasi yang dirasakan orang lain. Manusia itu plural. Kita sebagai manusia tidak boleh bersikap seenaknya sendiri, semaunya sendiri tanpa mempedulikan orang lain. Kalau mau seenaknya sendiri, semaunya sendiri tinggal aja di pulau yang gak berpenghuni, cuma ada anda seorang diri sama pohon kelapa (itu juga kalau ada, kalau gak gersang pulaunya). Tinggal sendirian seperti film Cast Away yang diperankan oleh Tom Hanks. Memang ia bebas melakukan semaunya di pulau tempat ia terdampar, tapi malah jadi stres sendiri, ngomong aja sama bola voli. Kalau mau jadi egois atau udah jadi egois kita bisa aja ngomong sendirian sama bola voli atau mungkin lebih parah lagi sama tembok. 

Jadi egois yang gak punya orang lain buat berbagi. Gak bisa atau mungkin gak mau bersosialisasi dengan yang lainnya. Hidupnya cuma buat dia sendiri, cuma mikirin pendapat sendiri, pikiran sendiri, perasaan sendiri, gak mau melihat apa yang sebenarnya ada, gak mau tahu pendapat orang lain, pikiran orang lain, perasaan orang lain. Kalau udah begini, susah jadinya.

Beberapa kutipan yang diambil dari Samuel Mulia:

"Yang waras yang ngalah". Maksudnya jangan terlalu dipusingkan dengan apa yang dilakukan seorang yang egois. Kalau kalian merasa lebih waras daripada yang egois itu, mengalah lah. Mengalah bukan berarti kalah kok. Mengalah itu bukan berarti pecundang. Mengalah itu memang sulit dilakukan, tapi saya berusaha untuk mencoba dengan segala keegoisan yang saya terima. Wujud tindakan mengalah yang saya lakukan adalah diam. Saya gak bilang kalian harus diam terus. Tapi selagi masih merasa diegoiskan oleh orang lain, diam aja. Kalau memang mereka sulit untuk diberitahu, mau bagaimana lagi?

"Apakah benar manusia sekarang semakin tak punya nurani, tak peduli, egois? Yang penting aku, aku, dan aku. Apakah nilai-nilai toleransi itu juga mulai menipis?"

"Apakah mereka (orang-orang egois) juga tahu, tetapi pura-pura tak tahu. Apakah mungkin mereka memiliki filosofi hidup macam begini, 'kalau bisa nyusahin orang mengapa harus membahagiakan?' Mungkin memang benar kali ya, di pikiran orang yang egois itu selalu ada pikiran untuk menyusahkan orang, tanpa peduli bahkan tanpa mau sedikit membahagiakan orang lain. Padahal sedikit aja mau dengerin masalah orang lain gak cuma masalah anda sendiri itu sudah bisa membuat orang lain tersenyum loh. Bahkan bahagia."

"Mengapa manusia itu bisa begitu egoisnya?"

"Mengapa susah sekali berpikir menyenangkan orang lain. Nah kalau sudah begini, nurani saya mulai turut berkicau dan dengan mudah ia melontarkan pertanyaan yang sama kepada saya. Saya tak menjawab. Nurani saya berteriak, lo tahu enggak, jeng, situasi yang sekarang lo hadapin itu upah dari apa yang lo tabur. Kalau dulu lo pernah begitu egoisnya dan orang lain sengsara karenanya dan lo enggak inget atau pura-pura enggak inget, nah...sekarang lo rasa."

"Saya kaget setengah mati. Ya, ya ya...benar adanya. Saya marah karena orang begitu egoisnya, begitu tak sabarnya. Saya lupa saya juga pernah melakukan itu. Saya sedang diberi pelajaran ada harga yang selalu harus dibayar dari sebuah perbuatan. Mau itu masa lampau, maupun masa sekarang. Bentuk pembayarannya bermacam cara sesuai apa yang pernah saya tabur."

"Nurani saya masih belum puas dan tampaknya tak pernah puas. Kalu lo selalu omong mau jadi orang sabar, jadi orang pemaaf, yaaah...monggo, situasi ini dinikmati aja. Menjadi mulia itu perlu dibentuk dari hal-hal sulit, bukan yang mudah saja. Makanya neng, kalau omong atau minta sesuatu itu dipikir dulu masak-masak. Jangan asal nyeplos..."

"Sadari anda dan saya hidup di dunia bukan untuk menyenangkan hati anda, tetapi menyenangkan Sang Khalik. Jadi, obyektif menciptakan manusia di bumi ini adalah untuk Sang Pencipta, bukan untuk udel anda dan saya. Sama sekali tidak. Saya kok percaya, wujud Sang Khalik itu yaaa...ada dalam wujud bernama sesama manusia. Jadi, kalau anda dan saya kurang ajar dengan sesama, anda sedang kurang ajar sama Sang Pencipta. Kok berani?"

"Kalau anda menggertak sesama, ingat sesama itu adalah ciptaan Tuhan. Kok berani menggertak hasil ciptaan Sang Pencipta? Apalagi menggertak dalam keadaan bersalah. Anda bukan pemenang, anda justru pecundang. Anda tahu pecundang itu apa? Seseorang yang tak berani mengakui dirinya salah."

October 20, 2009

God said

God said, "If you never felt PAIN, how would you know I'm a HEALER?"

October 17, 2009

Mungkin

Mungkin Tuhan ingin kita bertemu dengan orang yang jahat sebelum kita bertemu dengan orang yang baik sehingga kita bertemu dengan orang yang benar, kita bisa bersyukur atas anugerah itu.

Mungkin teman yang paling baik adalah yang bisa menemani kita duduk dan berayun dalam ayunan di halaman rumah, tanpa mengucapkan sepatah kata, dan lalu pergi dengan perasaan telah melakukan percakapan terbaik.

Mungkin benar, kita tidak menyadari apa yang kita miliki sampai kita kehilangan, tapi juga benar, kita tidak tahu apa yang hilang sampai kita menemukannya.

Hanya perlu satu menit untuk menyakiti seseorang, satu jam untuk menyukai seseorang, dan satu hari untuk mencintai seseorang, tapi perlu waktu seumur hidup untuk melupakan seseorang.

Jangan percaya dengan penampilan karena penampilan bisa menipu. Jangan mencari kekayaan, karena kekayaan bisa hilang. Cari seseorang yang bisa membuat anda tersenyum karena senyuman bisa membuat hari suram menjadi cerah. Cari orang yang bisa membuat hati anda tersenyum.

Impikan apa yang ingin anda impikan. Pergi ke tempat yang ingin anda datangi, jadi orang yang anda inginkan, karena kita hanya punya satu hidup dan satu kesempatan untuk melakukan semua hal yang ingin kita lakukan.

Mungkin anda punya cukup banyak kebahagiaan untuk membuat anda manis, cukup cobaan untuk membuat anda kuat, cukup penderitaan untuk membuat anda manusiawi, dan cukup harapan untuk membuat bahagia.

Selalu menempatkan diri pada orang lain. Jika anda merasa sesuatu itu menyakitkan, kemungkinan itu juga menyakitkan orang lain.

Ketika lahir, kita menangis dan orang-orang di sekitar kita tersenyum. Jalani hidup ini sehingga ketika meninggal, semua orang di sekitar kita menangis dan kita yang tersenyum.

Sumber : Unknown

Meredakan kemarahan

Apabila kamu menjadi marah, janganlah kamu berbuat dosa: Janganlah matahari terbenam, sebelum padam kemarahanmu (Efesus 4:26)

Di buku rekor Guinness 2005, Percy Arrowsmith dan Florence tercatat sebagai suami istri tertua di dunia. Mereka telah menikah selama 80 tahun. Percy berusia 105 tahun, sedangkan istrinya 100 tahun. Namun, keduanya masih saling mencintai. Apa rahasianya? "Sederhana!" kata mereka. "Kami tidak akan pergi tidur sebelum menyelesaikan konflik. Tidak enak tidur membawa kemarahan. Jika bertengkar, kami berusaha saling mengampuni sebelum larut malam, supaya hari itu bisa ditutup dengan ciuman dan genggaman tangan."

Kemarahan bisa mampir mendadak; ketika kita dicurangi, dituduh bersalah, atau saat melihat ketidakadilan. Mazmur 37 ditulis bagi orang muda yang panas hatinya ketika melihat orang-orang jahat sukses. Mereka berbuat curang (ayat 1), melakukan tipu daya, tetapi hidup lebih berhasil ketimbang dirinya yang hidup lurus (ayat 7).

Kemarahan pun muncul. Jika dipendam, kemarahan ini akan berbuahkan iri hati dan kepahitan. Satu kali ia bakal meledak dan bertindak main hakim sendiri. Maka, pemazmur menasihatinya untuk berhenti marah (ayat 8) dan menyerahkan masalahnya kepada Tuhan (ayat 5). Biarlah Tuhan yang bertindak dan memunculkan keadilan (ayat 10,11). Kemarahan tidak berguna. Jika disimpan, ia bagai sampah yang membusuki hati.

Apakah Anda sedang marah atau kerap marah? Datangnya marah tak bisa dicegah, tetapi bisa diredakan. Ceritakan kekesalan anda kepada Tuhan, nantikan Dia bertindak, lalu padamkan amarah anda sebelum mentari terbenam. Jangan biarkan kemarahan mengotori hati, mematahkan semangat, dan mengganggu waktu tidur anda!

KEMARAHAN ITU BAGAIKAN KANKER IA HARUS SEGERA DIBABAT SEBELUM MERAMBAT

Sumber: r1v1an@yahoo.com

Tuhan menjawab doa, bukan berarti mengabulkan setiap doa, tapi Dia Tuhan yang memberi segala yang terbaik bagi kita

"Semua terjadi karena suatu alasan"

Semua dimulai dari impianku. Aku ingin menjadi astronot. Aku ingin terbang ke luar angkasa, tapi aku tidak memiliki sesuatu yang tepat. Aku tidak memiliki gelar. Dan aku bukan seorang pilot. Namun, sesuatu pun terjadilah.

Gedung Putih mengumumkan mencari warga biasa untuk ikut dalam penerbangan 51-L, pesawat ulang-alik Challanger. Dan warga itu adalah seorang guru. Aku warga biasa dan aku seorang guru. Hari itu juga aku mengirimkan surat lamaran ke Washington DC . Setiap hari aku berlari ke kotak pos. Akhirnya datanglah amplop resmi berlogo NASA. Doaku terkabulkan. Aku lolos penyisihan pertama. Ini benar-benar terjadi padaku.

Selama beberapa minggu berikutnya, perwujudan impianku semakin dekat saat NASA mengadakan test fisik dan mental. Begitu test selesai, aku menunggu dan berdoa lagi. Aku tahu aku semakin dekat pada impianku. Beberapa waktu kemudian, aku menerima panggilan untuk mengikuti program latihan astronot khusus di Kennedy Space Center .

Dari 43.000 pelamar, kemudian 10.000 orang dan kini aku menjadi bagian dari 100 orang yang berkumpul untuk penilaian akhir. Ada simulator, uji klaustrofobi, latihan ketangkasan dan percobaan mabuk udara. Siapakah di antara kami yang bisa melewati ujian akhir ini? Tuhan, biarlah diriku yang terpilih, begitu aku berdoa.

Lalu tibalah berita yang menghancurkan itu. NASA memilih Christina McAufliffe. Aku kalah. Impian hidupku hancur. Aku mengalami depresi. Rasa percaya diriku lenyap dan amarah menggantikan kebahagiaanku. Aku mempertanyakan semuanya. Kenapa Tuhan? Kenapa bukan aku? Bagian diriku yang mana yang kurang? Mengapa aku diperlakukan kejam?

Aku berpaling pada ayahku. Katanya, "Semua terjadi karena suatu alasan."

Selasa, 28 Januari 1986, aku berkumpul bersama teman-teman untuk melihat peluncuran Challanger. Saat pesawat itu melewati menara landasan pacu, aku menantang impianku untuk terakhir kali. Tuhan, aku bersedia melakukan apa saja, agar berada di dalam pesawat itu. Kenapa bukan aku? Tujuh puluh tiga detik kemudian, Tuhan menjawab semua pertanyaanku dan menghapus semua keraguanku saat Challanger meledak dan menewaskan semua penumpang.

Aku teringat kata-kata ayahku, "Semua terjadi karena suatu alasan."

Aku tidak terpilih dalam penerbangan itu, walaupun aku sangat menginginkannya, karena Tuhan memiliki alasan lain untuk kehadiranku di bumi ini. Aku memiliki misi lain dalam hidup. Aku tidak kalah; aku seorang pemenang. Aku menang, karena aku telah kalah. Aku, Frank Slazak, masih hidup untuk bersyukur pada Tuhan, karena tidak semua doaku dikabulkan.

Tuhan mengabulkan doa kita dengan tiga cara :

1. Apabila Tuhan mengatakan YA
Maka kita akan MENDAPATKAN APA YANG KITA MINTA.

2. Apabila Tuhan mengatakan TIDAK
Maka kita akan mendapatkan yang LEBIH BAIK.

3. Apabila Tuhan mengatakan TUNGGU
Maka kita akan mendapatkan yang TERBAIK sesuai dengan kehendak-Nya.

Tuhan tidak pernah terlambat, Dia juga tidak tergesa-gesa, namun Dia tepat waktu.

-Nathaline Christine-

October 2, 2009

Untitled

"Kalau yang lain udah gak ada, masih ada Tuhan kok."

Gak tau kenapa, kalimat ini bikin saya sedih dan bangkit lagi. Jadi, kalau kalian lagi ngerasa sekarang ini gak ada orang yang bisa ngertiin kalian, gak ada disamping kalian saat masa-masa sulit atau orang yang kalian sayangin pergi gitu aja padahal kalian berharap banget sama orang itu, ingat kalimat ini aja ya.